Minggu, 17 April 2011

Hukum Perburuhan

Hukum Perburuhan
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Di Indonesia Hukum terbagi kedalam kedalam 3 hal pokok, yaitu: hukum perdata, hukum tata atau hukum Negara dan hukum pidana.

1.Hukum Perdata

Menurut MG. Lemaire, Hukum Perdata dapat di kelompokan menjadi dua bagian, yaitu :
- Hukum Pribadi
- Hukum Harta Kekayaan

a. Hukum Pribadi
Hukum Pribadi adalah hukum yang mengatur hak dan kewajiban dari subyek hukum yang timbul setelah ditandatanganinya suatu perjanjian kerja oleh kedua belah pihak dan berakhir setelah hubungan kerja terputus atau berakhir.

Contohnya :
1) Organisasi Perburuhan (Serikat Buruh) baru mampu melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah terdaftar di Departemen Tenaga Kerja

2) Seorang anak baru bisa dianggap mampu membuat perjanjian kerja apabila ia telah mendapatkan kuasa dari walinya atau orang tuanya.

b. Hukum Harta Kekayaan
Hukum harta kekayaan adalah hukum yang menyangkut tentang harta pribadi atau perusahaan.
seperti :

1) Hukum Perikatan yaitu berupa Hukum Perjanjian.
Hukum Perjanjian berkaitan dengan masalah perjanjian menyangkut sahnya perjanjian serta macam – macam perjanjian. Dalam Hukum Perburuhan dikenal ada perjanjian kerja, peraturan perusahaan, serta perjanjian perburuhan (Kesepakatan Kerja Sama) yang tidak dapat lepas dari persyaratan sahnya perjanjian pada umumnya.

2) Hukum Harta Benda
Dalam Hukum Perburuhan dikenal ada Benda Bergerak, misalnya : upah, hasil produksi benda bergerak. Kemudian dikenal pula Benda tak bergerak, misalnya : Mesin pabrik, Gedung pabrik, Tanah dan sebagainya. Selanjutnya terdapat pula benda yang ada nanti,
misalnya : uang ganti rugi kecelakaan kerja, uang pesangon, uang pensiun, tunjangan kematian dan sebagainya. Demikian pula
terdapat benda yang tidak dapat diraba atau dilihat,
misalnya : hasil produksi berupa jasa, hak cipta dan sebagainya.


2. Hukum Tata atau Hukum Negara

Hukum tata melihat negara baik dalam keadaan bergerak maupun dalam keadaan tidak bergerak. Hukum Tata Negara melihat negara dalam keadaan tidak bergerak (statis), sedangkan Hukum Administrasi Negara melihat Negara dalam keadaan bergerak (dinamis).

Fungsi Hukum Tata Negara adalah :
a. Menentukan apa saja yang menjadi masyarakat hukum atasan dan bawahan dengan
segala jenjang tingkatnya.
b. Merumuskan lingkup peranan terhadap wilayah negaranya dan warga negaranya.
c. Menunjukkan kekuasaan apa saja yang diserahkan pada aneka lembaga dalam tiap
masyarakat hukum.

Berangkat dari fungsi Hukum Tata Negara tersebut diatas, maka inti dari Hukum Tata Negara adalah sebagai berikut :
1. Berkaitan dengan kedudukan / status yang menjadi subyek dalam Hukum Negara, yaitu : Siapa yang menjadi pengusaha / Pejabat Negara, Lembaga – lembaga Negara macam apa saja, serta siapa yang menjadi warga negara dan siapa yang bukan warga negara.

2. Berkaitan dengan peranan (role) yang menjadi subyek dalam negara.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka ditinjau dari aspek Hukum Tata Negara, lembaga – lembaga negara yang erat kaitanya dengan masalah – masalah perburuhan adalah :
1) Departemen Tenaga Kerja yang berfungsi sebagai Lembaga Eksekutif.
2) DPR yang berfungsi sebagai Lembaga Legislatif.
3) Mahkamah Agund berfungsi sebagai Lembaga Yudikatif
3. Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.

Menurut Prof. Moeljatno, S.H Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.

Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melaikan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.


LETAK DAN SUMBER HUKUM PERBURUHAN
Apabila kita berbicara letak dan sumber hukum perburuhan maka kita harus mengetahui bahwa hukum perburuhan ini merupakan cabang dari tata Hukum Indonesia. Apa saja dasar-dasar tata Hukum Indonesia? Diantaranya adalah Hukum perdata dan Hukum Negara.
Jika dipandang dari letak hukum perburuhan, maka kita akan membicarakan dasar-dasar tata Hukum Indonesia tersebut. Berdasarkan pernyataan ini, jika ditinjau dari aspek Hukum Tata Negara, lembaga – lembaga negara yang erat kaitannya dengan masalah – masalah perburuhan adalah Departemen Tenaga Kerja yang berfungsi sebagai Lembaga Eksekutif, DPR yang berfungsi sebagai Lembaga Legislatif, serta Mahkamah Agung berfungsi sebagai Lembaga Yudikatif.
Namun jika ditinjau dari sumber hukum perburuhan adalah sumber hukum material dan sumber hukum formil. Hukum material dari hukum perburuhan tersebut tak lain yaitu pancasila. Sedangkan hukum formilnya adalah Undang-undang, peraturan adat istiadat, dan peraturan KEPPRES (Keputusan Presiden), putusan panitia penyelesaian perselisihan perburuhan baik daerah maupun pusat, dan perjanjian hubungan kerja karyawan dan perusahaan.
Dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya hukum perburuhan maupun hukum Negara di Indonesia diangkat dari peraturan adat, karena bangsa Indonesia merupakan bangsa yang menjunjung tinggi suatu norma-norma. Peraturan adat adalah sumber hukum tertua, sumber dimana dapat digali sebagian dari perundang-undangan. Peraturan adat bisa menjadi hukum bila memiliki syarat-syarat yaitu, syarat materil, syarat intelektual dimana pertauran tersebut diyakini sebagai kewajiban hukum, serta adanya akibat atas melanggar hukum yang ditetapkan.
PARADIGMA HUKUM PERBURUHAN
Pada awal mulanya hukum perburuhan merupakan bagian dari hukum perdata. Namun semenjak Indonesia merdeka, perkembangan hukum perburuhan mengalami perubahan dan pernyempurnaan yang akhirnya diatur dalam UU No.1 1951 tentang hubungan kerja, penyelesaian perselisihan perburuhan, ketenagakerjaan, dan lain-lain yang berkaitan dengan pokok-pokok perburuhan.
Apabila kita berbicara tentang paradigma Hukum Perburuhan, terdapat tiga topik utama permasalahannya, yaitu permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Ilmu Kaedah Hukum Perburuhan, dilihat dari Ilmu Pengertian Hukum Perburuhan, dan dilihat dari Filsafat Hukum Perburuhan.
Ditinjau dari Ilmu Kaedahnya, permasalahan Hukum Perburuhan mencakup beberapa kaedah Hukum Perburuhan. Pertama dari segi Kaedah Otonom yang berarti ketentuan atau syarat-syarat hubungan kerja yang dijalin, diluar antar pihak terkait. Yang kedua adalah Kaedah Heteronom, dimana semua peraturan-peraturan perburuhan ditetapkan oleh pemerintah. Akan tetapi jika ketentuan hubungan kerja tersebut tidak dibuat langsung oleh pihak terkait, lebih kurang akan terjadi penyimpangan yang mayoritas akan merugikan pihak buruh.
Jika dilihat dari segi Filsafatnya hukum perburuhan tak lepas dari keserasian nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Dalam dunia usaha, kemajuan yang dicapai perusahaan sedapat mungkin dinikmati baik oleh buruh maupun pengusaha secara proporsional. Dengan keahklakan yang dimiliki oleh para pekerja diharapkan kemajuan yang dicapai perusahaan dapat dinikmati bersama antara buruh dan pengusaha. Norma lain yang bisa kita lihat adalah bahwa pengusaha maupun buruh memiliki nilai kebebasan masing – masing dalam menggunakan hak maupun dalam melaksanakan kewajibannya.


PENGERAHAN DAN PENDAYAGUNAAN TENAGA KERJA
Mekanisme yang tepat untuk mengembangkan pengerahan dan pendayagunaan tenaga kerja di berbagai sektor serta di berbagai daerah, untuk itu pemanfaatan pasar kerja di luar negeri juga akan dikembangkan .Pengerahan dan pendayagunaan tenaga kerja terus berkelanjutan di setiap pemerintahan-pemerintahan yang akan datang.
Aspek-aspek yang terkait dengan pengerahan dan pendayagunaan tenaga kerja di berbagai bidang :
1. Tenaga Kerja Sukarela (TKS) Terdidik
Angkatan kerja usia muda terdidik diarahkan dan didorong tumbuh dan berkembang sebagai kader-kader wiraswasta. Sebagian besar dari mereka diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri dan orang lain. Demi menunjang tumbuh nya perekonomian daerah, pemerintah daerah mulai banyak meluncurkan Tenaga kerja sukrela(TKS). TKS ini adalah tenaga kerja yang tidak terserap oleh lapanga kerja formal, Penugasan dan pengabdian TKS terdidik pada dasarnya diarahkan untuk menjadi pengusaha dan wiraswasta atau konsultan usaha-usaha produktif serta tenaga teknis di sektor-sektor pembangunan. TKS ini sendiri nantinya diharapkan akan mampu membuat lapangan kerja baru untuk mengatasi melimpahnya angkatan kerja usia muda terdidik yang tidak tertampung dalam lapangan kerja formal.
2. Informasi Ketenagakerjaan
Diantaranya kegiatan pelatihan dan kursus dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan pejabat-pejabat yang terkait langsung dalam perencanaan tenaga kerja dan sumber daya manusia di daerah serta mengumpulkan data tentang angkatan kerja, kesempatan kerja dan kebutuhan tenaga kerja disemua sektor, yang mencakup jumlah dan jenis keahlian sesuai dengan pola yang ditetapkan secara nasional.
3. Penyaluran Tenaga Kerja
Kegiatan penyaluran, pengerahan dan pendayagunaan tenaga kerja antar lokasi, antar kabupaten dan antar propinsi dalam rangka Antar Kerja Lokal (AKL), Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) maupun Antar Kerja Antar Negara (AKAN) terus ditingkatkan dalam setiap pemerintahan yang berjalan. Kegiatan penyaluran dan penyebaran tenaga kerja muda terlatih melalui mekanisme (AKAD) akan meningkatkan mutu dari tenaga kerja itu sendiri, yang ditandai dengan diadakannya pelatikan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap tenaga kerja.
4. Pengembangan Usaha Mandiri dan Sektor Informal
Pengembangan Usaha Mandiri dan sektor informal sebenarnya sudah mulai dilakukan sejak dulu guna memperluas lapangan kerja di daerah pedesaan dalam bidang-bidang usaha jasa, industri rumah tangga, kerajinan rakyat dan sebagainya, terus dikem¬bangkan dalam setiap pemerintahan. Lewat usah mandiri dan sektor informal inilah nantinya diharapkan mampu menambah lapangan pekerjaan dan tentunya juga untuk menambah penghasilan warga-warga desa yang masih kekurangan. dengan adanya usaha mandiri inilah penghasilan warga desa akan lebih baik.